Selasa

sekadar gejolak atau manifestasi yang berlebihan ?


Kompensasi atau yang dalam ilmu fisika dikenal dengan reaksi merupakan proses "melawan" atau menjawab atas proses yang terjadi sebelumnya. dalam ilmu fisika kita mengenal rumusan aksi = reaksi. jika diartika secara harfiah apa yang kita lakukan/perjuangkan, maka begitu pula yang akan kita dapatkan. ini merupakan teori ilmiah yang tidak terbantahkan karena merupakan hasil eksperimen orang2 pendahulu kita..seperti pula dunia logika yang mencoba menggabungkan ranah sains dan sosiologis yang memang berhubungan, bahwa teori mengenai reaksi tersebut digunakan untuk memaknai setiap gejolak sosial yang ada. rusuh, bakar2 ban, demo cuma segelintir contoh dari setiap reaksi yang dilakukan kawan2 mahasiswa untuk menjawab gejolak sosial yang ada baik yang disengaja maupun tidak disengaja atau tidak diinginkan oleh pihak manapun. ada beberapa hal yang menyebabkan reaksi akan gejolak sosial yang ada bisa terjadi seperti adanya kedekatan dengan orang banyak dan juga bisa dikarenakan gejolak sosial yang terjadi baik disengaja maupun tidak disengaja dapat menimbulkan dampak yang lebih besar. reaksi terhadap gejolak sosial tersebut sebenarnya tidak memiliki ukuran, karena ini merupakan ranah sosial yang tidak berbatasan dengan kuantitas yang dapat dihitung dengan rumus2 sederhana. sangat rumit...bahkan lebih rumit dari yang pernah terbayangkan. jadi, untuk menentukan reaksi yang terjadi adalah sekadar gejolak kawula muda atau ledakan hormon saja atau merupakan manifestasi yang berlebihan menjadi hal yang butuh kajian mendalam. akan banyak pihak yang dirugikan dan dibenturkan apalagi berbicara status sosial, maka tentu akan berhubungan dengan tanggung jawab sosial dan peran yang kita mainkan. mari kita bersama memaknai setiap gejolak yang ada dan melakukan reaksi yang sesuai tanpa harus menimbulkan masalah lainnya...salam..yakin usaha sampai...

Yoesrianto Tahir

Senin

Ritual yang "perlu" dimaknai kembali....


Dalam sebuah lembaga kemahasiswaan, sudah menjadi ritual wajib setiap periodenya acara peralihan tongkat estafet kepada generasi pelanjut. bahkan kalo dibolehkan saya kemudian menyebutnya sebuah hukum alam, seperti layaknya siklus sel yang pada saatnya harus menggugurkan dirinya untuk kemudian digantikan dengan sel yang memiliki bentuk dan fungsi sel yang sama yaitu berjalan sesuai dengan peran dan fungsi yang telah pula ditentukan. namun, dalam ritual yang ada di ranah lembaga kemahasiswaan, selayaknya tidak hanya berupa ceremonial ketuk palu, membacakan konsideran, dan berada jauh dari tempat keramaian. namun seperti layaknya siklus sel, ada banyak komponen yang terlibat dan saling memberikan kontribusinya masing-masing dan bisa memberikan kesan terhadap setiap proses yang terjadi.
Pengkaderan dan tingkat pendidikan
merunut pada dunia kemahasiswaan di Fakultas kita tercinta, dimana dunia akademik mengharuskan kita menyelesaikan semua kegiatan akademik kita dalam kurang dari 3 tahun, menuntut para calon pelaku lembaga nantinya harus bergerak lebih cepat dari biasanya dan dapat memaknai setiap proses yang ada untuk kemudian dijadikan pembelajran untuk lemabaga kemahasiswaan kedepan. bukan bermaksud memaksakan untuk bisa matang, tapi mempercepat kematangan. transformasi nilai dan pengetahuan dari mantan pengurus lembaga ke calon pengurus juga menjadi agenda yang tidak kalah penting yang harus diperhatikan oleh para penyelenggara ritual tersebut. segala daya dan upaya harus dimaksimalkan untuk dapat memberikan kesan kepada lebih banyak calon penggiat lembaga. karena, ketimpangan yang ada hari ini, karena ketidak tahuan mereka akan kondisi kekinian lembaga. semua yang dijalankan selama satu tahun hanya bereferensikan kreatifitas belaka dan tentu saja ritual tahun sebelumnya. tidak ada yang baru yang coba ditawarkan, sementara semua sendi kehidupan baik skala makro dan mikro berubah dan berkembang dengan pesat. akankah kita terus ketinggalan ?.
jadi, memaknai setiap "proses" yang ada menajdi bagian terpenting dalam ritual yang kelak akan menjadi pijakan dasar untuk bergerak. kalo tidak, entah apa yang akan terjadi......

Yoesrianto Tahir
Makassar, 8 Mei 2006, 21.33 wita...

Selasa

Mahasiswa dan Identitas Intelektualitasnya


Mahasiswa merupakan salah satu golongan dalam masyarakat dengan segudang peredikat serta tanggung jawab sosial disandang. dalam ranah sosiologis, setiap unsur yang ada memegang peranan dan menjalankan fungsinya masing-masing demi sistem sosial yang seimbang. tak terkecuali bagi mahasiswa. sejarah dunia mencatat mahasiswa sebagai agen perubahan yang menjadi ujung tombak pergerakan melawan berbagai macam penindasan dan ketimpangan. hal tersebut dikarenakan, mahasiswa sebagai makhluk intelektual yang mengenyam bangku pendidikan yang lebih tinggi, sehingga sudah sepatutnya merekalah yang paling mengerti mengenai segala macam ketimpangan yang terjadi oleh pemerintah. namun, terkadang beberapa gerakan yang dilakukan terkesan sporadis, asal-asalan dan serampangan, kurang koordinasi, dan terkesan yang penting ada. semua kesan tersebut muncul karena kadang beberapa isu yang diperjuangkan tidak dikelola dengan baik. terkadang beberapa isu yang tidak dianggap kontroversi malah diperjuangakan. demikian pula sebaliknya, dimana isu yang menyangkut harkat hidup orang banyak tidak dikelola dengan baik sehingga ketika setelah melakukan aksi maka dianggap selesai tanpa ada proses lanjutan, atau bahkan ketika menyampaikan aspirasi kepada pihak yang berwenang justru mendapat tanggapan berupa bantahan atas argumen yang disampaikan.

Landasan Teoritis dan data
jika menyandang gelar insan intelektualitas, maka seyogyanya segala tindak tanduk para mahasiswa tidak terlepas dari koridor intelektualitas. dengan senantiasa mengedepankan intelektualitas dalam setiap gerakan yang dilakukan, tentu saja setiap isu yang coba diaspirasikan atau diadvokasi dapat dikelola dengan baik. hal tersebut bisa dilakukan dengan landasan yang kuat. setiap isu yang ada harus dilengkapi dengan data dan landasan teoritis yang kuat sehingga bisa menjadi pembanding jika diajukan kepada para eksekutor. bukan tidak mungkin, jika kemudian pada saatnya tiba ketika akan melakukan advokasi para eksekutor itu memiliki data dan landasan teori yang lebih kuat. oleh karena itu, jika teman-teman mahasiswa akan melakukan advokasi maka hendaknya segala perangkat pijakan dasar untuk mengelola isu disiapkan dengan matang agar dapat menjalankan fungsinya secara optimal. bukan tidak mungkin, jika segala macam argumen yang diajukan bertentangan dengan teori dan fakta yang ada dilapangan. maka jadilah insan intelektual yang sejati...