Rabu

Agenda

Alhamdulillah telah terlaksana:

1. Pengajian HmI Komisariat FK Unhas
2. Baksos Kota HmI Komisariat FK Unhas
3. BASTRA LXXX

Insya Allah akan diadakan:

1. Pengajian dan Follow Up
2. BASTRA LXXXI

Tentang Film Avatar

oleh Nasriyadi Nasir


Film Avatar yang dirilis pada Desember 2009 bisa dibilang mendapat sambutan yang tinggi dari para pecinta film. Dan bisa dibilang hampir setiap orang yang selesai menyasikannya membicarkan tentang imajinasi dan fantasi yang luar biasa dari si pembuat film. Harus diakui hadirnya film ini juga memberikan gambaran potensi akal manusia yang tidak terbatas sehingga mampu membentuk imajiansi dan fantasi sebagaimana yang ditayangkan dari film Avatar.

Film yang bersetting di sebuah planet baru yang memiliki kehidupan yakni planet Pandora dimana didalamnya terdapat bangsa Na’vi yang merupakan penduduk asli planet tersebut. Singkat cerita, karena adanya barang tambang yang bernilai miliaran dollar pada planet itu menyebabkan invasi besar-besaran manusia keplanet tersebut dan mulai melakukan penambangan tanpa mempedulikan keberadaan bangsa Na’vi dan alam planet itu. Dan bisa dipastikan pecahlah perang antara manusia dan bangsa Na’vi.

Jika kita lihat, film ini tidak hanya mengangkat peperangan antar manusia dengan bangsa Na’vi tetapi lebih dari pada itu film ini mencoba mengangkat pertentangan dan pertarungan yang lebih substansial dan filosofis yakni pertentangan antara Antroposentrisme dan Cosmosentrisme. Pada film ini manusia mewakili pandangan antroposentrisme dan bangsa Na’vi mewakili pandangan Cosmosentrisme. Antroposentrisme dengan gagasan utamanya adalah bahwa manusia sebagai makluk tertinggi merupakan pusat dari alam ini dan alam inipun diciptakan untuk manusia sehingga pemanfaatan alam baik secara berlebihan (eksploitasi) bukanlah suatu masalah. Antroposentrisme saat ini merupakan padangan umum yang dianut oleh sebagian besar manusia. Hal ini dikarenakan pesatnya kemajuan sains dan iptek serta hampir setiap mimpi-mimpi manusia mampu diwujudkan dengan teknologi maju sehingga setiap hal yang berhubungan dengan alam atau hal alami dianggap antitesa dari kemajuan peradaban manusia. Sementara cosmosentrisme dengan gagasan utamanya bahwa pusat dari alam ini adalah alam itu sendiri dan manusia sebagai komponen dari alam ini memiliki keterkaitan yang sangat tinggi dengan alam. Cosmosentrisme merupakan pandangan yang dianut manusia pada awal munculnya manusia dibumi namun seiring perkembangan zaman pandangan ini mulai ditinggalkan dan beralih ke antroposentrisme.

Beberapa tahun terakhir ini cosmosentrisme mulai bangkit kembali. Dimotori oleh gagasan Fritjof Capra dalam bukunya The Hidden Connection dimana gagasan utamanya adalah interkoneksitas dan paradigma holistik. Dalam pandangan Capra tentang interkoneksitas dikatakan bahwa setiap realitas yang ada khususnya problematika dalam kehiduan masyarakat baik langsung maupun tidak langsung memiliki keterkaitan atau interaksi (interkoneksitas) dan karena adanya interkoneksitas ini maka untuk mencoba memahami dan menyelesaikan problematika tersebut kita harus memiliki pola pikir yang menyeluruh (holistik) bukan pola pikir yang mekanistik. Berangkat dari kesadaran tersebut, maka antroposentrisme dan pola pikir yang mekanistik dianggap merupakan penyebab utama dari munculnya problematika global seperti global warming, kemiskinan, krisis pangan global, dan lain sebagainya.

Dan akhirnya hadirnya konsep dari film avatar ini mencoba membangun kesadaran untuk kembali kegagasan cosmosentrisme dengan pandangan interkoneksitas dan holistiknya. Juga harapan dari terbangunya paradigma tersebut bisa mempercepat penyelesaian dan perbaikan dari setiap problematika yang ada.


http://www.nasriyadinasir.co.cc/2010/02/tentang-film-avatar.html


POTRET PEMBANGUNAN KESEHATAN INDONESIA; Sebuah Refleksi Akhir Tahun 2009

oleh Nasriadi Nasir

Pendahuluan

Kesehatan adalah unsur vital dan merupakan elemen konstitutif dari kehidupan seseorang. Kesehatan sebagai hak asasi telah menjadi kebutuhan mendasar dan tentunya menjadi kewajiban negara dalam upaya pemenuhannya. Kesehatan juga komponen pembangunan yang memiliki nilai “investatif”, hal ini dikarenakan berbicara tentang kesehatan maka akan membicarakan juga tentang ketersediaan tenaga siap pakai dalam hal ini Sumber Daya Manusia yang sehat dan produktif tentunya. Pembangunan kesehatan adalah bagian dari pembangunan nasional yang bertujuan meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Pembangunan kesehatan tersebut merupakan upaya seluruh potensi bangsa Indonesia, baik masyarakat, swasta maupun pemerintah.


Tak bisa kita pungkiri, pergantian tampuk pemerintahan ternyata belum memberikan nuansa baru dalam pembangunan kesehatan. Bisa dikatakan kesehatan belum menjadi isu utama dalam strategi pembangunan di Indonesia padahal kita sadari betul bahwa kesehatan juga merupakan factor penentu dalam pembangunan suatu bangsa. Lemahnya pembangunan disektor kesehatan dapat kita lihat dari angka Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Index) negara kita selalu stagnan pada kisaran 117-112 dari sekitar 175 negara, meskipun pada tahun 2008 sempat naik ke peringkat 109 tetapi pada tahun 2009 justru kembali turun pada posisi 112. Sebagai catatan, HDI adalah ukuran keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa yang dilihat dari parameter pembangunan ekonomi, kesehatan dan pendidikan. Ironisnya, rentetan pergantian tampuk kekuasaan selama beberapa dekade terakhir, pun tak kunjung membawa angin perubahan.


Akhir tahun 2009, dalam hal masalah kesehatan justru ditutup dengan pemberitaan pada sebuah koran lokal kota Makassar tentang meningkatnya kasus gizi buruk disalah satu kabupaten di Sulawesi Selatan. Hal ini tentunya sangat menyedihkan dimana Sulawesi Seletan sendiri merupakan lumbung pangan Indonesia tetapi justru bisa ditemukan kejadian seperti ini. Belum lagi melihat problem-problem kesehatan semacamnya diberbagai daerah di Indonesia tentunya semakin menguatkan pandangan kita bahwa kesehatan bangsa ini masih sangat jauh dari harapan. Dan sebuah pukulan besar bagi penyelenggara pembangunan kesehatan dalam hal ini pemerintah adalah munculnya “Fenomena Ponari”. Hal ini jelas menunjukkan kegagalan pemerintah dalam promosi kesehatan dan perilaku kesehatan masyarakat. Selain itu fenomena ini juga menunjukkan bahwa minimnya kualitas dan kuantitas pelayanan kesehatan diperparah dengan sulitnya mengakses pelayanan kesehatan sehingga masyarakat cenderung selalu mencari pengobatan alternatif.


Dicetuskannya “Visi Indonesia Sehat 2010” pada tahun 1999 seakan memberikan angin segar dan harapan dalam pembagunan kesehatan. Diharapakan pada tahun 2010, bangsa Indonesia akan mencapai tingkat kesehatan tertentu dengan ditandai dengan penduduknya yang;

1. Hidup dalam lingkungan yang sehat.

2. Mempraktikan perilaku hidup bersih dan sehat.

3. Mampu menyediakan dan memanfaatkan (menjangkau) pelayanan kesehatan yang bermutu.

4. Memiliki derajat kesehatan yang tinggi.


Selain itu secara garis besar visi ini juga memberikan gambaran bertahap tentang pembangunan kesehatan yaitu; Desa Sehat akan terwujud pada tahun 2003, kecamatan sehat pada tahun 2004, kabupaten sehat pada 2005, dan berturut-turut propinsi dan negara sehat pada tahun 2006 dan 2007. Tetapi, tanpa melihat indikator-indikator kecilnya saja secara garis besar dapat kita simpulkan bahwa Visi Indonesia Sehat 2010 ini tidak tercapai.


Mencermati hal diatas, sampai pada akhir tahun 2009 ini ada beberapa problem mendasar dalam pembangunan kesehatan diantaranya;


Upaya Kesehatan

Upaya kesehatan di Indonesia belum terselenggara secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan. Penyelenggaraan upaya kesehatan yang bersifat peningkatan (promotif) dan pencegahan (preventif) masih terlihat sangat kurang. Pemerintah selama ini hanya berkutat dan menghabiskan banyak anggaran di bidang pengobatan (kuratif) dan rehabilitatif. Pemerintah ternyata masih belum beranjak dari paradigma sakit.


Kualitas pelayanan rumah sakit sebagai sarana pelayanan rujukan masih dirasakan sangat kurang. Dengan keadaan seperti ini tidak mengherankan bila derajat kesehatan masyarakat di Indonesia belum memuaskan. Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Ibu (AKI) masih tinggi, yakni masing-masing 50/1000 kelahiran hidup. dan 373/100.000 kelahiran hidup. Sedangkan umur harapan hidup masih rendah, yakni rata-rata 66,2 tahun.


Pembiayaan Kesehatan

Dalam hal pembiyaian kesehatan, negara kita sangatlah jauh dari ideal. Terget biaya kesehatan yang seharusnya 15 % per tahun 2010 dalam anggaran APBD ternyata hanya terpenuhi 5,8 % per 2008. Untuk tahun 2009 , pemerintah hanya mengalokasikan anggaran pembangunan kesehatan sebesar 2,5% dari total APBN. Sungguh mengecewakan!


Keadaan ini diperparah dengan tidak meratanya anggaran kesehatan dari masing-masing daerah akibat desentralisasi. Pengalokasian dana bersumber pemerintah belum efektif. Dana pemerintah lebih banyak dialokasikan pada upaya kuratif dan sementara itu besarnya dana yang dialokasikan untuk upaya promotif dan preventif sangat terbatas. Pembelanjaan dana pemerintah belum cukup adil untuk mengedepankan upaya kesehatan masyarakat dan bantuan untuk keluarga miskin. Mobilisasi sumber pembiayaan kesehatan dari masyarakat masih terbatas serta bersifat perorangan (out of pocket). Jumlah masyarakat yang memiliki jaminan kesehatan masih terbatas, yakni kurang dari 20% penduduk. Metoda pembayaran kepada penyelenggara pelayanan masih didominasi oleh pembayaran tunai sehingga mendorong penyelenggaraan dan pemakaian pelayanan kesehatan secara berlebihan serta meningkatnya biaya kesehatan. Demikian pula penerapan teknologi canggih dan perubahan pola penyakit sebagai akibat meningkatnya umur harapan hidup akan mendorong meningkatnya biaya kesehatan tidak dapat dihindari. Tingginya angka kesakitan juga berdampak terhadap biaya kesehatan yang pada gilirannya akan memperberat beban ekonomi. Hal ini terkait dengan besarnya dana yang harus dikeluarkan untuk berobat, serta hilangnya pendapatan akibat tidak bekerja. Sebagai contoh beban dan atau kerugian ekonomi yang diakibatkan penyakit TBC di Indonesia diperkirakan tidak kurang dari Rp 2,5 triliun/tahun.


Sumber Daya Manusia Kesehatan

Sumber daya kesehatan, teritama sumber daya manusia di negara ini masih belum memadai. Terlibih masalah distribusi tenaga kesehatan. Distribusi tenaga kesehatan sampai saat ini belum bisa dikatakan menggembirakan. Sekalipun sejak tahun 1992 telah diterapkan kebijakan penempatan tenaga dokter dan bidan dengan sistem PTT. Tercatat rasio dokter terhadap Puskesmas untuk kawasan Indonesia bagian barat, jauh lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah bagian timur. Rasio tenaga dokter terhadap Puskesmas di Provinsi Sumatera Utara = 0,84 dibanding dengan Provinsi NTT = 0,26 dan Provinsi Papua = 0,12. Belum lagi soal tenagar kesehatan para medis lainnya.


Mutu SDM Kesehatan masih membutuhkan pembenahan. Hal ini tercermin dari rendahnya kepuasan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan.


Pemberdayaan Masyarakat

Pembangunan kesehatan di Indonesia dilaksanakan dengan pemberdayaan masyarakat. Untuk itu berbagai bentuk upaya kesehatan berbasis masyarakat banyak didirikan, antara lain dalam bentuk Posyandu, Polindes, Pos Obat Desa, serta Pos Upaya Kesehatan Kerja. Sedangkan dalam bidang pembiayaan kesehatan pemberdayaan masyarakat diwujudkan melalui bentuk dana sehat serta berbagai yayasan peduli dan penyandang dana kesehatan seperti yayasan kanker Indonesia, yayasan jantung Indonesia, yayasan thalasemia Indonesia, serta yayasan ginjal Indonesia. Pemberdayaan masyarakat dilaksanakan pula dalam bentuk berbagai gerakan, seperti Koalisi Indonesia Sehat, Gebrak Malaria, Gerdunas TB, Gerakan Sayang Ibu, gerakan anti madat serta gerakan pita putih (kesehatan ibu) dan gerakan pita merah (HIV/AIDS). Sayangnya pemberdayaan masyarakat dalam arti mengembangkan kesempatan yang lebih luas bagi masyarakat dalam mengemukakan pendapat dan mengambil keputusan tentang kesehatan masih dilaksanakan secara terbatas. Kecuali itu lingkup pemberdayaan masyarakat masih dalam bentuk mobilisasi masyarakat. Sedangkan pemberdayaan masyarakat dalam bentuk pelayanan, advokasi kesehatan serta pengawasan sosial dalam program pembangunan kesehatan belum banyak dilaksanakan.


Manajemen Kesehatan

Dalam hal manajemen kesehatan pun dianggap mengecewakan, Inkonsistensi antara pengambilan dan implementasi kebijakan pembangunan kesehatan menjadi salah satu kendala mencapai tujuan pembangunan kesehatan.


Tidak Tercapainya Visi Indonesia Sehat 2010, ketidak jelasanSistem Jaminan Sosial Nasional, dan Sistem Kesehatan Nasional seakan ikut menggambarkan buramnya prospek kesehatan bangsa ini.


Pada sisi lain, desentralisasi pembangunan menyisakan beberapa hal negatif. Disparitas yang berbeda antara daerah yang satu dengan daerah yang lain dalam program pembangunan kesehatan, adalah fakta yang sangat jelas menunjukkan tidak tercapainya Visi Indonesia Sehat 2010.


Secara sederhana, demikianlah potret pembangunan kesehatan di Indonesia. Dengan adanya refleksi ini bisa memberikan masukan agar reformasi kesehatan bisa segera terwujud dan harapan masyarakat yang memiliki derajat kesehatan yang tinggi juga bisa terwujud. Wassalam…



http://www.nasriyadinasir.co.cc/2010/01/potret-pembangunan-kesehatan-indonesia.html